Trailer Film Dokumenter Belakang Hotel Jogja
Asat. “Belakang Hotel” adalah sebuah film dokumenter yang menggambarkan
bagaimana kompetisi memperebutkan air tanah yang terjadi antara warga dan
industri pariwisata di Jogja. Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kamar hotel di
Yogyakarta terus bertambah mencapai lebih dari 3.000 unit.
Setiap kamar hotel itu rata-rata membutuhkan 380
liter air per hari, sementara rata-rata rumah warga hanya 300 liter per
hari. Sumur-sumur warga mulai mengering setelah pembangunan hotel-hotel itu.
Ironi ini kemudian membangkitkan para relawan dan videografer bergotong royong
membuat film dokumenter Belakang Hotel.
Film dokumenter Belakang Hotel ini digarap
bergotong royong dengan dana gugur gunung antara Watchdoc, Combine, jurnalis,
dan Warga Berdaya. Selama ini Warga Berdaya sudah menyulut sindiran #JogjaAsat
yang artitnya Jogja Kering. Pembuatan film dokumenter Belakang Hotel ini pun
cukup singkat, hanya sekitar seminggu di awal bulan November ini.
Pengambilan gambar film dokumenter ini dilakukan
di Miliran, Gowongan, Penumping, dan Kota Gede. Dandhy Dwi Laksono
mengatakan, “Ide pembuatan film itu baru saja. Sedangkan sekarang akan masuk
penghujan. Biar tidak hilang momentum.” Dandhy Dwi Laksono menjadi produser,
sutradara, dan merangkap cameramen dalam film dokumenter ini.
Dalam trailer film dokumenter Belakang Hotel yang
dirilis di akun YouTube Watchdoc Documentary Maker, Dodo Putra
Bangsa menjadi tokoh sentral. Warga kampung Miliran itu menampilkan keresahan
yang dialami warga di kampungnya. Sumur di rumahnya sudah kering sejak bulan
Juli lalu. Sumur kering itu baru pertama kali dialaminya sejak dilahirkan 37
tahun yang lalu.
Dodo Putra Bangsa mengatakan kekeringan sumur di
kampungnya terjadi setelah Hotel Fave beroperasi dan menyedot air tanah dalam.
Karena warga di belakang hotel tersebut tidak menggunakan air PDAM dan
sumur-sumur mereka pun kering, mereka kini mengalami krisis air.
Muncul di detik 0:20, Dodo Putra Bangsa melakukan
aksi teatrikal dengan gosok gigi lalu berkumur dengan tanah dari sebuah gayung.
Tidak hanya itu, Dodo Putra Bangsa juga mengguyurkan seember tanah ke seluruh
badannya. Rambut Dodo yang gondrong pun penuh tanah. Aksi mandi dengan tanah
itu adalah sebuah bentuk protes atas hotel penghisap sumur warga.
Tidak hanya memprotes hotel, Dodo Putra Bangsa
ingin memprotes walikota Yogyakarta yang mudahnya memberi izin pembangunan
hotel-hotel tanpa memperhatikan faktor lingkungan sekitar. Film dokumenter
Belakang Hotel juga menampilkan contoh krisis air yang dialami
warga Gowongan dan Penumping. Sementara Kota Gede menjadi daerah
pembanding di mana sumur-sumur warga tidak kering meski kemarau pasalnya tidak
ada hotel-hotel pengisap sumur warga.