Senin, 15 Desember 2014

AFTA 2015 dan Ketidaksiapan SDM Indonesia

 

Oleh: Drs. Riduan Siagian, SH, MH, MM. Kurang dari satu tahun, negara-negara yang tergabung da-lam ASEAN, akan memasuki penerapan perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara yang dinamai Free Trade Area (AFTA) yang mulai berlaku tahun 2015. Tujuannya agar bisa meningkatkan daya saing ekonomi kawasan ASEAN di dunia. Secara umum, banyak peluang keuntungan yang akan didapat Indonesia saat diberlakukannya AFTA 2015. Salah satunya adalah akan mempermudah masyarakat Indonesia bekerja di negara-negara ASEAN. Hal ini tentunya dengan syarat bahwa SDM Indonesia telah ’siap pakai’ sebagai tenaga kerja luar negeri dengan tingkat keahlian yang memadai. Lalu pertanyaannya, apakah Indonesia telah siap dalam hal ini? Apakah putera-puteri Indonesia telah siap secara profesional di bursa kerja ASEAN?

Ketidaksiapan SDM Indonesia
Kalau mau jujur, sebetulnya sudah bukan waktunya lagi mempertanyakan kesiapan Indonesia menghadapi ASEAN AFTA. Siap atau pun tidak, kita tak bisa lari dari kenyataan penerapan perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara mulai 2015.Waktu untuk berbenah tidak banyak, kurang dari setahun. Namun secara kasat mata kita melihat kelapangan, jawaban dari pertanyaan tersebut adalah: “Indonesia Tidak Siap!” Mengapa? Karena Indonesia belum memiliki modal yang menjanjikan agar cukup untuk dikatakan “siap”. Indonesia masih memiliki banyak “pekerjaan rumah” yang belum sempat diselesaikan, dan hal ini akan menghambat bahkan justru akan menjatuhkan Indonesia dalam persaingan global yang kompetitif. Jika ditilik dari kompetensi sumber daya Indonesia, Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara penggagas AFTA lainnya.
Hal ini dibuktikan berdasarkan indeks kompetensi yang dikeluarkan oleh World Economic Forum pada tahun 2013, bahwa Indonesia menempati urutan ke-50 atau lebih rendah dari Singapura (ke-2), Malaysia (ke-20), dan Thailand (ke-30). Rendahnya kompetensi sumber daya Indonesia diperoleh dari faktor-faktor yang saling berkaitan seperti: tenaga kerja/ahli profesi yang tidak memiliki kualifikasi mumpuni; minimnya pelaksanaan sertifikasi kompetensi; belum sesuainya kurikulum di sekolah menengah dengan keahlian profesi; serta sumber daya manusia di Indonesia yang sangat berlimpah namun belum dapat dioptimalkan oleh pemerintah.
Oleh karena itu, Indonesia dikatakan belum siap untuk menghadapi kuatnya persaingan tenaga kerja AFTA 2015 karena tenaga kerja Indonesia sendiri tidak akan cukup banyak yang mampu memenuhi standar yang dibutuhkan. Standar tersebut akan selalu meningkat seiring dengan tingginya persaingan kemampuan, keterampilan, pengetahuan, maupun kemampuan berbahasa, antar tenaga kerja negara-negara South-East.
Disamping itu, menurut catatan BPS pada Agustus 2013, bahwa pengganguran terbuka di Indonesia mencapai 6,25 persen. Angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2013 mencapai 118,2 juta orang. Dari sumber yang sama kita dapati bahwa masih ada lebih dari 360 ribu orang sarjana yang menganggur di negeri kita. Angka yang sangat mencengangkan sekaligus memprihatinkan. Jika sekarang saja para sarjana sulit mencari kerja, apalagi tamatan SMA, SMP dan SD, tentunya akan lebih sulit lagi, terlebih menjelang diterapkannya AFTA 2015, bayang-bayang akan ledakan pengangguran terdidik akan semakin nyata.
Terlebih dengan dibukanya AFTA 2015 bisa dipastikan banyak tenaga kerja dari luar negeri masuk ke Indonesia. Sementara orang Indonesia kebanyakan mengirim tenaga kerja keluar negeri bukan sebagai tenaga ahli, melainkan tenaga kerja seperti pembantu rumah tangga, sopir, dan pekerja kasar di pabrik-pabrik, perkebunan atau di rumah tangga.
Sedangkan negara lain mengirim tenaga kerja yang terdidik dan terlatih sehingga dia bekerja pada posisi sebagai manajer atau tenaga ahli di Indonesia. Dengan diterapkan AFTA 2015, banyaknya tenaga kerja dari luar negeri yang akan menggeser dan mengisi tenaga kerja dari Indonesia, dan sudah bisa dipastikan semakin banyak pengangguran di Indonesia. Segenap rakyat Indonesia yang belum siap /dipersiapkan oleh pemerintahnya untuk menghadapi AFTA 2015, kemudian hanya akan menjadi ‘korban’ yang semakin dikalahkan dalam percaturan global antarbangsa.

Pembenahan SDM
Meski AFTA 2015, merupakan ‘buah simalakama’ yang dipaksakan/dijejalkan ke dalam mulut seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke untuk dimakan. Mau tidak makan juga mati, mau makan juga mati. Siap tidak siap harus siap. Bagaimana caranya untuk siap, ketika AFTA 2015, sepertinya masih berupa sebuah euforia bagi pemerintah, baik Pemda dan pusat yang saat ini sepertinya masih tidur pulas dan kurang tanggap untuk mempersiapkan masyarakatnya agar menjadi lebih siap dalam berbagai aspek untuk menghadapi semua tantangan ini untuk dijadikan peluang menjadi lebih sejahtera dan bermartabat di pentas Asia?
Diwaktu yang semakin sempit ini, ada banyak hal penting yang bisa membuat Indonesia bisa bertahan, atau bahkan bisa memanfaatkan AFTA 2015 untuk kemajuan bangsa ini. Tentunya dengan harapan pemerintah memahami prioritas masalah yang harus diselesaikan dan kekurangan yang perlu ditingkatkan. Nah, prioritas pemerintah saat ini maupun pemerintah yang terpilih pasca pilpres 9 Juli 2014 nanti, yaitu memfokuskan perhatian dalam pembenahan SDM melalui perbaikan pendidikan di Indonesia yang harus mendukung daya saing dan dayaguna agar lulusan yang dihasilkan bisa bekerja dan bersaing di perusahaan atau industri tidak hanya di Indonesia tetapi juga negara lain.
Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan kompetensi, pola pikir adalah aspek penting yang perlu diperhatikan. Pola pikir tenaga kerja maupun calon tenaga kerja harus mulai disesuaikan dengan tren abad ke-21, antara lain: pembelajaran yang mendorong manusia untuk mencari tahu dari berbagai sumber observasi; pembelajaran yang diarahkan untuk mampu merumuskan masalah, bukan hanya menjawab masalah; pembelajaran yang diarahkan untuk melatih berfikir analitis dan bukan berfikir mekanistis, serta pembelajaran yang menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah. Hal ini harus sudah mulai dibentuk sejak memasuki dunia pendidikan tingkat tinggi seperti SMA dan PerguruanTinggi.
Yang kedua, masalah Usaha Kecil Menengah (UKM) yang kalah saing dengan industri dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Ini membuat para pelaku UKM di Indonesia merasa terancam. Maka dalam hal ini, pemerintah harus turun tangan membantu. Pemerintah bisa membantu dengan bekerja sama dengan pihak perbankan untuk memberikan kredit usaha bagi pengusaha UKM. Yang terakhir, Pemerintah harus menerapkan aturan agar kepentingan warga dan kepentingan dari luar negeri tidak bersinggungan yang menyebabkan terjadinya masalah atau benturan di kemudian hari.
Akhirnya, penerapan perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara mulai 2015, sudah didepan mata. Siap ataupun tidak, kita tak bisa lari dari kenyataan.
Maka di waktu yang semakin sempit ini, marilah bekerja keras menyiapkan diri untuk menjadi pemenang dalam percaturan di kawasan Asia Tenggara.***

Sumber: http://analisadaily.com/news/read/afta-2015-dan-ketidaksiapan-sdm-indonesia/53995/2014/08/12
 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Review Jurnal Prinsip Kerja Grounding System (Penyalur Petir)

Review Jurnal  Prinsip Kerja Grounding System (Penyalur Petir) RIZKI RAMADHAN ABSTRAKSI Indonesia terletak di daerah tropis da...